Sepenggal Cerita Dari Sisa Malam Yang Menyakitkan


Ini tak seperti biasanya. dia membangunkan aku lebih pagi : pukul 02.56 pagi. bahkan pengeras suara di masjid belum berbunyi untuk membangunkan kami.

Aku mencuci muka bekas menangis gara-gara semalam. tapi dia tak ikut makan. aku melihat punggungnya di ruang tamu. dia sedang menggunting kuku.

Ada yang tiba-tiba meluap rasanya dalam dadaku. dia duduk seolah disudutkan oleh keadaan karena kekuatannya menyembunyikan tangis.

Kakakku mengajaknya makan. dia menggeleng. tak ingin bergabung. aku mulai menyendok nasi. bahkan dia menata piring dan gelas ayahku dengan rapi, temannya bertengkar hebat tadi malam.

Lalu kami saling tunduk. tak ada yang saling tegur. bukan karena terlalu khidmat. tapi karena tak ingin melihat tangis satu sama lain yang saling tertahan.

Aku tahu aku dan kakakku menangis. bersusah payah menahan air mata tak jatuh ke baju dan piring kami. bahkan aku meminum cairan yang keluar dan mengalir dari hidungku. bercampur dengan nasi yang tak sanggup kukunyah semua. 

Sahur kali ini terasa perih..
Ada satu piring bersih di sebelahku. untuknya. padahal aku telah bergeser untuk memberinya ruang supaya dia bergabung. nihil..

Dia sedang berpesta dalam diam dengan kelelahan dan sakit hatinya..

Alarmku berbunyi. pukul 03.00 pagi. dentingnya mengalun pelan. menambah kebekuan dan kepedihan suasana ini. aku melihat, tapi sedang merasa buta. aku tak bisu, tapi mulutku begitu berat untuk memulai bicara.

Cepat-cepat aku menghabiskan nasi di piring. mengosongkan air di gelasku. beranjak ke dapur. mengelap cairan yang membasahi bawah hidungku.

Aku tak menyangka bisa lebih tegar dari ini. aku kembali ke kamar. bahkan aku enggan mengorek sisa-sisa daging di gigi gerahamku, lantaran aku tak ingin berlama-lama di tempat itu..

Cepatlah makan ibu, karena imsak tak kan ikut bergabung dalam kesedihanmu..


-14 Ramadhan 1431-

Komentar