Analogi Ironi

Aku ingin menceritakanmu tentang perasaan. yang tak secara frontal aku jelaskan. tapi aku rasa, kamu bisa merasa. 

Ini sebuah analogi,. perumpamaan. 
Jadi, bayangkan. 

-- Saat kamu menjadi seorang istri. dan hal yang paling sederhana yang bisa kamu lakukan adalah memasak makan malam. Semampumu. Sebisamu. Sekedar membuat sop dan menggoreng ikan. Sekuat tenaga hanya untuk sebuah senyum yang kamu nantikan saat suami mu pulang. Berpeluh di dapur kecilmu, dengan harapan kamu sekedar mendapat pujian istri idaman meski nyatanya masakanmu tidak enak. dan suamimu tetap tersenyum meski sopmu lebih asin dari hidangan-hidangan restoran. Ada bayangan indah di kepalamu mengebul serasi dengan aroma ikan yang matang. Lalu suara bel pintu berdentang.

Saat kmu berhasil menata detail di setiap inchi meja makan, berganti pakaian, berias muka, berdiri di ujung ruang dengan kedua tanganmu di belakang, lalu sebuah langkah membuat senyummu tertahan.

"aku tidak menyuruh kamu memasak. aku sudah cukup dewasa untuk mengisi perutku sendiri. kalau kamu ingin makan, ya makan saja." 

Tak ada kata maaf. tak ada bait terimakasih. bahkan tak ada senyum yang kamu harapkan sebagai bayaran. Kamu terdiam ditemani cairan otomatis yang membuat matamu lebam. Padahal  ada belasan sayatan pisau yang kamu sembunyikan pada buku-buku jari mu bekas kecerobohan saat mengupas bawang, atau beberapa percikan minyak panas di lenganmu yang tak kamu tunjukkan bekas menggoreng ikan kesukaan. Semua mendingin, dan upayamu membasi perlahan. --


Sekali lagi, ini hanya analogi.


Komentar