Elegi Tahun Baru


Berdentum. Selayaknya sebuah upacara adat. Ada yang hadir, ada yang memilih berlutut di antara kekhusyukan gempita malam.

Aku berjalan diantara anak-anak, manusia setengah tua, dan si penjaga kedamaian. Mereka mendongak seakan menatap sebait doa yang mereka kirimkan kepada awan. Hitam. Sedang sebagian lain melaknatkan sebuah kepergian.

Siapa yang tahu kita ini benar? Atau mungkin juga salah. Sebuah percikan dingin yang menghempas asap ke langit. Memekakkan telinga yang dengan rela berdiri pada hampir satu putaran rotasi jam.

Malam ini hanya satu. Siapa tahu yang di luar bisa melihat malaikat turun. Karena semua telah sepakat tersenyum. Mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menutup telinga anaknya yang mulai tertidur pulas. 

Siapa yang tahu kita ini celaka? Atau mungkin juga terhindari bahaya. 
Selamat mengurai evolusi (lagi) , Bumi.