Siang itu, Di Bawah Langit Bulan Juli
Berhari-hari aku menantikan pulang dalam keadaan yang wajar.
Punggung dan bahu seolah bisu tak ingin mengaku nyawanya tinggal satu.
Pergi, dengan lembar-lembar kesabaran yang tak boleh lecak barang sedikit.
Kembali, dengan nafas yang sudah senja dan tenaga yang dihemat-hemat agar tak sakit.
Aku yakin hari-hari seperti ini akan segera beranjak, tak betah dengan kamarku yang pengap,
yang telah banyak meredam parau dadaku menghitam. Dimana kaki dan tangan selalu menunggu rebah. Tapi selalu ada saja kekurangan yang menjadi salah.
Tidak, ini bukanlah sebuah catatan keluh kesah.
Ini adalah sekelumit saksi bahwa aku telah -pernah- berdiri pada hari itu -seperti kalian-. Berjuang menolak jenuh. Menolak dikecilkan.
Menunda banyak keinginan demi sebuah hari,
dimana ada ayah ibuku turut berdiri dengan sedikit genang dan kenang di matanya.
Dimana doa doa yang diujarkan telah lunas terbayar
lewat sebuah kelulusan..
--
Lalu aku -akhirnya- benar-benar pulang dalam keadaan yang wajar..
dengan sedikit gugup dan terburu, menemui ibuku yang terduduk di atas sajadahnya senja itu,
mencium tangannya seperti biasa, sedikit peluk haru saat aku ujar telah resmi jadi sarjana.
Mendapati dekap ayahku dan sedikit bisik terimakasih darinya, bahwa aku telah membawakan setitik mimpi besar ke hadapan mereka.
--
14 Juli 2014.
Ratih Purnamasari, S.Pd
Punggung dan bahu seolah bisu tak ingin mengaku nyawanya tinggal satu.
Pergi, dengan lembar-lembar kesabaran yang tak boleh lecak barang sedikit.
Kembali, dengan nafas yang sudah senja dan tenaga yang dihemat-hemat agar tak sakit.
Aku yakin hari-hari seperti ini akan segera beranjak, tak betah dengan kamarku yang pengap,
yang telah banyak meredam parau dadaku menghitam. Dimana kaki dan tangan selalu menunggu rebah. Tapi selalu ada saja kekurangan yang menjadi salah.
Tidak, ini bukanlah sebuah catatan keluh kesah.
Ini adalah sekelumit saksi bahwa aku telah -pernah- berdiri pada hari itu -seperti kalian-. Berjuang menolak jenuh. Menolak dikecilkan.
Menunda banyak keinginan demi sebuah hari,
dimana ada ayah ibuku turut berdiri dengan sedikit genang dan kenang di matanya.
Dimana doa doa yang diujarkan telah lunas terbayar
lewat sebuah kelulusan..
--
Lalu aku -akhirnya- benar-benar pulang dalam keadaan yang wajar..
dengan sedikit gugup dan terburu, menemui ibuku yang terduduk di atas sajadahnya senja itu,
mencium tangannya seperti biasa, sedikit peluk haru saat aku ujar telah resmi jadi sarjana.
Mendapati dekap ayahku dan sedikit bisik terimakasih darinya, bahwa aku telah membawakan setitik mimpi besar ke hadapan mereka.
--
14 Juli 2014.
Ratih Purnamasari, S.Pd
Komentar
Posting Komentar