Sepotong Sore dan Dua Gelas Air Laut
Wanita itu seperti laut, katamu. Di hatinya ada dasar di bawah dasar.
Bisa saja kita tersenyum, aku tertawa di depanmu, tapi ada palung yang tak terbaca di dalam sana.
Ada waktu yang tidak kita ijinkan mengintip barang sedikit, bagaimana kita tenggelam sendiri di dalam air yang kita penuhi.
Melepas masa lalu bagai proses berenang ke permukaan, katamu.
Terkadang ingin cepat menyerah karena tangan kita lelah mendayuh.
Tapi kita butuh udara untuk paru-paru yang baru.
Gelasku tinggal setengah, mendengarmu memberi analogi tentang kita berdua.
Kita bisa berpura-pura nyaman, atau pergi menjauh, katamu.
Asal jangan memaksa sesiapa untuk menunggu, menyelam bersama.
Dia pasti kalah.
Aku memotong sore, membaginya di piringmu.
Pasti rasanya tak enak tersedak air laut.
Kering, tapi kita terus ingin meneguk sendu. Terpaksa.
Karena kita tak tahu bagaimana lagi menikmati bahagia
yang seharusnya.
Tapi kamu tak menghabiskan potongan terakhir, tawar katamu.
Setawar cinta yang bertahun-tahun tak lagi punya api.
Komentar
Posting Komentar