Tentang Kebijaksanaan

Sejak hari itu aku jadi tebiasa menertawai diri sendiri. Hari yang tak bisa kupastikan sedang kapan terjadi. Karena menurut profesor filsafat yang mengajar di kelas, 'sekarang' bukanlah waktu yang absolut. Pun kita yang ada saat ini adalah sekumpulan sekarang-sekarang di masa itu. 

Tersasar pada gang yang bentuknya seperti fatamorgana: Tak berujung. Terbentur pada dinding-dinding kamar mandi yang terlalu kecil. Tidak, aku bukan sedang ingin mengeluh dan mengumpat. Sekarang yang ini bukanlah waktu yang baik untuk menyerah. Ah, aku bahkan lupa. Seharusnya mulutku menahan gerak ketika ingin mengucap 'waktu', karena beliau juga selalu menyangsikan makna soal waktu..

Bapakku bilang sebelum pergi, "Jadilah bijaksana.."

Terdengar sederhana, tapi nyatanya banyak falsafahnya. Itu juga yang Bapak Tua Pintar nan Jenaka itu tanyakan di kelas Filsafat. "Bagaimana untuk menjadi bijaksana..?"

Manusia yang nyata adalah mereka yang selalu merefleksikan kehidupannya saat ini secara nyata dan benar, dan refleksi menjadikan manusia mahkluk yang beretika (Plato).

Karena refleksi itu sendiri membuat manusia mengenal dirinya sebagai 'manusia'. Dan ketidakmengenalan diri sendiri adalah awal dari ketidakadilan. Maka, dapat ku tangkap bahwa berterimakasih pada diri sendiri adalah bentuk kebijaksanaan yang paling nyata.

Dan Tuhan telah menciptakan kita sebagai karya Masterpiece-Nya yang begitu serius dipersiapkan dari generasi yang paling awal. Jadi, ketidakseriusan kita dalam mengenali dan mengendalikan diri sendiri adalah bentuk ejekan dan ketidakbijaksanaan terhadap Tuhan.

Aku kerap berefleksi, tapi aku tak jarang pula lupa berterimakasih pada diri sendiri: Tentang keberanian dalam mengambil keputusan, tentang kesabaran mengahadapi banyak tempaan, tentang harapan-harapan yang tak cepat aku benamkan, tentang hubungan-hubungan yang tak begitu saja kupatahkan, tentang pemikiran-pemikiran yang mengantarku pada kedewasaan, tentang pertahanan yang membawaku sampai 'sekarang'.

-

YK 2015
*Beberapa kalimat mengutip kalimat Dosen di kelas, Hardono Hadi, Ph.D

Komentar