Memakna Kontemporer

"..di Indonesia, kita mudah menyerah sebab tak betah bersusah payah untuk memahami sesuatu yang baru.."  -Sal Murgiyanto

Kesulitan penerimaan masyarakat terhadap seni kontemporer bersumber pada ketidakinginterbukaan mereka terhadap pintu wawasan yang baru. Perihal kontemporer dianggap lebih mudah diterima oleh mereka yang cukup berpendidikan dan mau 'menelan' apa saja yang disajikan juga berani mengkritik. Masyarakat perkotaan misalnya, Sal mencontohkan.

Saya menilik ke dalam diri sendiri, sebagai produser dan pengelola, Sal menasehati, bahwa kita harus pandai melihat pasar, dan memilah penikmat seni yang seperti apa yang akan mampu mencerna makna kontemporer yang dihadirkan dan bagaimana diinterpretasikan tanpa salah sasaran. Lebih jauh lagi, kita harus mahir menempatkan mana seni yang -hanya- ingin dinikmati, dan mana seni yang perlu disajikan ke hadapan masyarakat plural saat ini. Perlu disadari, bahwa target utama dari seni kontemporer itu adalah adanya perubahan dalam memaknai sebuah fenomena, bukan untuk bisa diterima oleh semua orang.

Sebagai pengelola seni -dalam bentuk apapun-, kita harus mampu berperan sebagai jembatan antara pelaku, penonton, kurator, dan kritikus (seperti apa yang beliau sebut dengan The Diamond Of Performance). Hal ini dilakukan, demi mewujudkan sebuah kegiatan seni kontemporer yang ideal, karena secara hakiki, seni yang kita 'bagi' sudah selayaknya menjadi nutrisi untuk mereka pengkonsumsi. Kita juga harus ingat, seni bukan melulu soal keindahan, tapi juga kejujuran dari kehidupan yang bisa dimaknai dan memberi manfaat atas kehidupan setelah melihat seni itu sendiri.


YK 2016,
Ruang Kelas Barat 1


Komentar