Senja Tanpa Cahaya
Aku ingin bertemu denganmu lagi. Di ruang yang satu per satu sengaja kita kosongi. Di matamu yang dulu. Di pelukmu yang dulu. . Detik-detik penghujung usia kuhabiskan untuk mengalah, meski egomu selalu membuncah. Kelak, mataku tak lagi bisa melihatmu. Tapi mencintaimu adalah kata yang kupatri jauh sebelum aku dibenci. . Berwaktu-waktu hatiku juga sudah banyak patah. Kurekatkan selalu, sebisanya. Di sampingmu adalah keputusan, bukan pilihan. Maka tersenyumlah lagi diantara tatap kita yang kini kerap bersitegang. . Aku hanya ingin dibuatkan segelas kopi. Dari tanganmu. Ditambah sedikit canda dan dendangmu di dapur. Mengingat-ingat masa muda kita yang –mungkin saja- jadi pelipur. . Aku tak ingin membiarkanmu sendirian, tapi merengkuh bahumu saja aku tak punya keberanian. Tua mugkin telah membuat kita lupa, bahwa darah dan daging tak punya wujud yang sempurna. Dan jauh di dalam sana, tak ku duga hatimu telah sekarat penuh luka. . Maka maafkanlah aku yang hina. . L...