Lahir.
Hari ke lima, pagi itu.
Dia diam duduk membuat jampi-jampi.
Ada yang terkoyak dalam diriku.
Berdarah. Pasrah.
Dingin diantara setengah nafas yang tersisa.
Aku mendengarnya terisak,
Perempuan paruh baya yang tak berhenti berdoa.
Aku masih kaku. beku.
Hari ke lima, pagi itu.
Matahari belum mau naik.
Pelan-pelan aku berbisik,
"Ibu, maafkan aku.."
Tangannya kuat mengerat.
Jemariku penuh.
Dia mengangguk,
Dia diam duduk membuat jampi-jampi.
Ada yang terkoyak dalam diriku.
Berdarah. Pasrah.
Dingin diantara setengah nafas yang tersisa.
Aku mendengarnya terisak,
Perempuan paruh baya yang tak berhenti berdoa.
Aku masih kaku. beku.
Hari ke lima, pagi itu.
Matahari belum mau naik.
Pelan-pelan aku berbisik,
"Ibu, maafkan aku.."
Tangannya kuat mengerat.
Jemariku penuh.
Dia mengangguk,
mengusap kepalaku.
Di matanya hanya sepi.
Ada getir yang ditahannya dari pipi.
Di matanya hanya sepi.
Ada getir yang ditahannya dari pipi.
Dari hati.
Pujian kepada Tuhan terus berdesir di telinga.
Baris air mata tak henti jatuh entah keberapa
Seorang dokter terus menjahit jalan lahir dengan seksama
Aku kira dia pasti menopang ribuan pahala di dadanya
karena hanya terpikir menyelamatkan ribuan nyawa.
Kita bertiga
telah sah jadi ibu bagi waktu.
bagi keadaan yang tak selalu memberi tahu,
bagi perempuan yang juga lahir
dari rahimku.
-
Yogyakarta,
10 Februari 2017
Pertemuan pertama dengan Shabria.
di ruang dingin tanpa nama.
Komentar
Posting Komentar