Lelaki di Lorong Sunyi
Kepada ‘Bapak’ Mataku basah. Seperti gerimis yang mengumpul pada jeruji jendela tua rumah kita. Aku menunggumu terbangun. Di kursi. Setiap pagi. . Tapi kau tak ada. . Aku kira kau ke pasar. Membeli beras atau sabun cuci. Dari ujung lorong kucermati. Kau tak juga kembali. Sampai sore. . Tapi biar kutunggu sebentar lagi. . Aku hanya ingin berterimakasih padamu, karena telah sabar bersamaku. Menua. Lalu menimang cucu. Aku memang dingin dan payah. Tapi darimu aku belajar, untuk tidak menyerah walau bersusah-susah. . Berhari-hari aku tak mendengar lagi denyit keramik dari langkah kakimu yang kecil. Kursi di sebelahku tak lagi ditempati. Melapuk kulitnya. Aus karena jutaan hari ada kenanganmu di sini. . Pendengaranku melemah. Mungkin karena itu candamu tak lagi bisa kudengar. Kadang aku tak tertawa. Hampa. . Aku sendirian di ruang makan. Mencari waktu agar kita bisa kembali bertemu. Mungkin tak hari ini. Tapi esok pagi aku kan menunggu lagi, di sin...